SURABAYA, Slentingan.com – Dinas Pendidikan (dispendik) Surabaya menyampaikan permohonan maaf. Hal ini menyusul gelombang protes dari wali murid yang merasa terbebani dengan adanya rencana kegiatan pemecahan rekor Muri menari remo massal oleh 65.000 pelajar se-Surabaya.
Pasalnya, beberapa waktu yang lalu wali murid harus bersusah payah mencari perlengkapan atau aksesoris yang dibutuhkan. Seperti udeng, sampur, hingga gongseng. Tak hanya itu, wali murid bahkan harus merogoh kocek yang tak sedikit hanya untuk memenuhi agenda besar pemkot tersebut.
“Saya memohon maaf kepada orang tua siswa, makanya kemarin sudah saya evaluasi terkait mekanisme dan teknisnya sebelum hari pelaksanaan, sehingga mana yang menjadi kendala itu nanti tidak lagi menyulitkan orang tua siswa,” kata Yusuf Masruh usai menghelat press conference (prescon), Kamis (15/12).
Dispendik memastikan, melalui surat edaran yang telah dikeluarkan pada 14 Desember 2022, kebutuhan menari bagi para partisipan tak lagi harus selayaknya penari remo. Namun bisa diantisipasi dengan perlengkapan yang ada. Dia menganjurkan partisipan untuk berkreasi.
“Kita sudah mengevaluasi dengan mengeluarkan surat edaran. Jadi tidak harus pakai gongseng, udeng juga gitu, tetapi kita bisa mengkreasi. Seperti misalnya, udeng pakai hasduk, lalu selendang bisa dengan warna yang lain,” kata Yusuf.
Rencananya, pemecahan rekor Muri menari remo massal itu dihelat Minggu (18/12) mendatang. Total ada sebanyak 65.000 pelajar yang terlibat. Di antaranya berasal dari pelajar SD & SMP, baik negeri maupun swasta, serta dari sanggar senam di Surabaya.
Yusuf mengatakan, tujuan utama diselenggarakannya kegiatan ini yakni, untuk mengajak generasi muda menanamkan nilai-nilai budaya, mengenalkan tempat-tempat bersejarah, dan mengasah karakter sekaligus motorik anak.
“Karena itu, nanti lokasinya akan berlangsung di tempat bersejarah dan cagar budaya. Ada 10 titik. Mobilisasi siswa kita batasi, sisanya nanti di sekolah masing-masing,” jelas Yusuf.
10 titik itu di antaranya, Jembatan Suroboyo sebagai panggung utama, Tugu Pahlawan, Jalan Tunjungan, Balai Kota, Alun-alun Surabaya, Jembatan Merah, Jembatan Sawunggaling, Taman Bungkul, Taman Apsari, dan Taman 10 Nopember.
“Rekor Muri yang ditekankan bukan ke jumlah peserta, tetapi lebih ke rekor Muri unik karena kita menari di tempat-tempat bersejarah dan cagar budaya,” tandasnya.
Terakhir, Dispendik Surabaya melayangkan apresiasi kepada seluruh siswa dan wali murid yang telah antusias dalam pemecahan rekor Muri kali ini. Bagi Yusuf, ini menjadi satu upaya gotong royong dan kekompakan bersama untuk semakin mencintai Kota Pahlawan dengan ragam budayanya. (GIT/CAK)