SURABAYA, Slentingan.com – Aning Rahmawati, Wakil Ketua Komisi C DPRD Kota Surabaya, menghadapi tantangan besar dalam memperjuangkan aspirasi warga, terutama terkait dengan masalah banjir yang masih menjadi persoalan utama di Kota Pahlawan. Hal ini terungkap saat ia menggelar reses di empat kelurahan.
Politisi dari PKS ini mengakui bahwa banyak permasalahan yang diungkapkan warga memerlukan solusi bertahap, mengingat keterbatasan anggaran yang ada.
Selain itu, terdapat kendala terkait status PSU (Prasarana, Sarana, Utilitas) yang belum diserahterimakan oleh pengembang, sehingga warga tidak dapat mengakses dana dari APBD.
“Masalah pavingisasi, pembangunan saluran untuk mengatasi banjir, dan pengendalian banjir masih menjadi isu utama yang kami tangani,” ujar Aning.
Pengendalian banjir memang memerlukan perhatian serius dari Pemerintah Kota Surabaya. Dalam musrenbang tingkat kelurahan dan pra-musrenbang kecamatan, Aning menemukan adanya 2.010 titik pengajuan untuk paving dan saluran di tujuh kecamatan yang ada di daerah pemilihannya. Belum lagi pengajuan serupa dari daerah pemilihan lain di seluruh Surabaya.
“Ini menjadi pekerjaan rumah besar bagi pemerintah kota untuk menetapkan prioritas dan tahapan pembangunan agar banjir tidak menjadi masalah setiap tahun atau musim hujan,” tegasnya.
Di tengah ketidaktercapaian pendapatan daerah yang ditargetkan sebesar Rp1,3 triliun pada tahun 2024, serta rasionalisasi besar di bidang infrastruktur banjir, ditambah dengan Instruksi Presiden (Inpres) No. 1 Tahun 2025 terkait efisiensi anggaran yang berpotensi mempengaruhi anggaran di tingkat kota.
Aning menegaskan perlunya penetapan prioritas belanja dengan bijak. Pemerintah kota tidak boleh salah dalam menentukan prioritas dan harus menjadikan pengendalian banjir sebagai fokus utama.
“Perencanaan anggaran harus jelas, tegas, dan terukur sesuai dengan dana yang tersedia, serta meminimalisir dampak banjir agar masyarakat tidak diberi harapan yang tidak realistis,” ujar Aning.
Menghadapi kebijakan efisiensi anggaran berdasarkan Inpres tersebut, Surabaya harus siap untuk menyesuaikan diri. Terdapat alokasi dana transfer pusat ke daerah sebesar Rp50,59 triliun yang kemungkinan akan terdampak efisiensi, namun Surabaya diuntungkan karena memiliki kapasitas fiskal yang lebih besar dibandingkan daerah lain.
“Efisiensi anggaran ini diharapkan dapat dialihkan untuk program prioritas, seperti penguatan ketahanan pangan, pengendalian banjir, serta pengentasan kemiskinan dan pengangguran. Jangan sampai efisiensi anggaran ini justru mengurangi kualitas pelayanan publik karena rasionalisasi anggaran yang tidak tepat sasaran,” pungkas Aning.
Selain itu, Aning juga mencatat keluhan warga mengenai kondisi balai RT/RW yang banyak ditemukan dalam kegiatan jaring aspirasi masyarakat tersebut. Keluhan tersebut mulai dari balai yang tidak layak pakai hingga tidak adanya balai RT/RW di beberapa wilayah.
“Keluhan warga terkait kondisi balai RT dan RW sebagai ujung tombak pelayanan publik di tingkat kelurahan sangat perlu diperhatikan,” ungkap Aning.
Menurut Aning, kondisi balai yang memadai akan mendukung perangkat RT/RW dalam memberikan pelayanan yang optimal kepada masyarakat. Ia juga menyoroti pentingnya kemandirian kelurahan di Surabaya, yang diharapkan dapat berkolaborasi dengan seluruh RT/RW di wilayahnya.
“Kelurahan di Surabaya seharusnya menjadi lebih mandiri dan berdaya, serta mampu berkolaborasi dengan seluruh RT/RW di wilayahnya,” tambahnya.
Menjelang pelantikan walikota baru dan reformasi perangkat daerah, termasuk di tingkat kelurahan dan kecamatan, Aning berharap agar lurah-lurah yang terpilih nantinya adalah individu-individu terbaik yang inovatif dan mampu mendorong perubahan positif, baik dalam pemberdayaan ekonomi kelurahan maupun penyelesaian pembangunan infrastruktur secara holistik. HUM/BAD