MOJOKERTO, Slentingan.com – Imigrasi Surabaya terus bergerak untuk memperkuat sinergi lintas sektor dalam pengawasan orang asing dan pencegahan pekerja migran Indonesia (PMI) nonprosedural.
Upaya ini diwujudkan melalui kegiatan Rapat Koordinasi dan Penguatan Tim Pengawasan Orang Asing (Timpora) serta program Desa Binaan Imigrasi yang digelar di Kecamatan Ngoro, Kabupaten Mojokerto, Rabu, 28 Mei 2025.
Rapat yang dimulai pukul 12.50 WIB ini dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan tingkat kecamatan, antara lain Camat Ngoro Satriyo Wahyu Utomo, Kapolsek Ngoro Kompol Heru Purwadi.
Lalu Danramil Ngoro Kapten Inf Herman Hidayat, Kabid Inteldakim Imigrasi Surabaya Dodi Gunawan, perwakilan Bakesbangpol, serta para kepala desa setempat.
Dalam sambutannya, Camat Ngoro menekankan pentingnya penertiban administrasi warga negara asing (WNA), khususnya dalam penerbitan Surat Keterangan Domisili.
Ia menegaskan bahwa masa berlaku surat domisili WNA harus menyesuaikan dengan masa izin tinggalnya agar tidak melanggar ketentuan keimigrasian. Untuk itu, ia mendorong koordinasi erat antara pemerintah desa, kecamatan, dan Imigrasi.
Menanggapi hal tersebut, Kabid Inteldakim Dodi Gunawan menjelaskan bahwa kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari forum Timpora tingkat kabupaten.
Ia menekankan pentingnya komunikasi dan kolaborasi dalam menghadapi tantangan pengawasan keimigrasian, terutama di wilayah seperti Ngoro yang memiliki banyak aktivitas perusahaan dan potensi PMI nonprosedural.
“Kami mengajak seluruh unsur Timpora untuk mendukung program Desa Binaan Imigrasi sebagai langkah pencegahan dini terhadap pengiriman pekerja migran nonprosedural,” ujarnya.
Pada sesi diskusi, Kapolsek Ngoro menanyakan mekanisme pelaporan keberadaan orang asing berdasarkan Undang-Undang Nomor 63 Tahun 2024. Dijelaskan bahwa pelaporan dilakukan melalui Aplikasi Pelaporan Orang Asing (APOA).
APOA ini wajib digunakan oleh pemilik tempat tinggal seperti hotel, losmen, dan mess perusahaan. Pemerintah desa dan aparat kepolisian juga didorong untuk mendukung pelaksanaan pelaporan ini sesuai regulasi yang berlaku.
Sementara itu, Danramil Ngoro mempertanyakan peran TNI dalam Timpora. Menurut Dodi Gunawan, Danramil merupakan unsur penting dalam SK Timpora tingkat kecamatan dan memiliki sembilan poin tugas bersama unsur lain dalam pengawasan keimigrasian.
Kegiatan juga diisi dengan paparan materi oleh petugas Imigrasi, Anton Purnomo, yang menjelaskan berbagai aspek teknis keimigrasian, seperti proses masuk dan keluar WNA, jenis izin tinggal, pelaporan dokumen hilang, hingga penanganan dokumen anak berkewarganegaraan ganda.
Beberapa kepala desa turut menyampaikan dinamika terkait keberadaan WNA di wilayahnya. Di antaranya adalah usulan agar Surat Domisili WNA hanya berlaku satu bulan agar pelaporan ke desa lebih rutin, serta permintaan dasar hukum yang lebih jelas dalam pendataan WNA.
Imigrasi menegaskan bahwa pengawasan WNA perlu dilakukan secara berkala dan kolaboratif. Imigrasi juga mendorong agar SK Timpora kecamatan dapat disesuaikan untuk memberikan peran lebih aktif kepada aparat desa.
Sebagai bentuk konkret penguatan sinergi dan perluasan jangkauan pengawasan, Kantor Imigrasi Surabaya menetapkan sembilan desa di Kecamatan Ngoro sebagai Desa Binaan Imigrasi, yakni Desa Ngoro, Kutogirang, Lolawang, Sedati, Manduro Manggunggajah, Watesnegoro, Purwojati, Wonosari, dan Candiharjo.
Melalui program ini, aparatur desa diharapkan dapat berperan aktif dalam pendataan dan pelaporan keberadaan WNA, sekaligus mendukung upaya pencegahan PMI nonprosedural secara berkelanjutan.
Kegiatan ditutup dengan harapan agar seluruh elemen yang tergabung dalam Timpora semakin solid dalam menjalankan peran masing-masing demi menjaga ketertiban administrasi dan keamanan wilayah Kecamatan Ngoro. HUM/NIK