SURABAYA, Slentingan.com – Anggota Komisi D DPRD Surabaya, Abdul Ghoni Muklas Ni’am, meminta agar kebijakan aturan jam malam bagi anak-anak, tidak diterapkan secara sepihak tanpa melibatkan partisipasi publik.
Pernyataan politisi PDI Perjuangan Surabaya ini menyusul rencana Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya untuk menerapkan aturan jam malam bagi anak-anak-anak khususnya di Kota Surabaya.
Saat ini, Pemkot Surabaya tengah memfinalisasi Surat Edaran (SE) yang bertujuan membatasi aktivitas anak-anak di luar rumah pada malam hari.
Dalam draf aturan yang beredar, anak-anak di bawah umur tidak diperbolehkan berada di luar rumah setelah pukul 21.00 atau 22.00 WIB, kecuali untuk kepentingan mendesak atau kegiatan belajar yang bisa dibuktikan secara sah.
Ghoni menilai pendekatan yang diambil oleh Pemkot masih belum sepenuhnya mempertimbangkan realitas sosial dan hak-hak anak. Ia menegaskan bahwa aturan ini berpotensi menimbulkan resistensi jika tidak disosialisasikan secara menyeluruh dan inklusif.
“Jam malam anak bisa menjadi solusi untuk menekan kenakalan remaja, tetapi jika diterapkan tanpa partisipasi masyarakat, justru membuka ruang resistensi dan berisiko melanggar hak anak,” ujar Ghoni, Jumat, 20 Juni 2025.
Lebih jauh, Ghoni meminta agar Pemkot membuka ruang dialog seluas-luasnya sebelum kebijakan diberlakukan. Ia mendorong agar perumusan aturan ini melibatkan berbagai pemangku kepentingan, mulai dari tokoh masyarakat, psikolog anak, akademisi, hingga orang tua.
Menurutnya, pendekatan yang hanya mengandalkan aspek hukum administratif tidak akan menyelesaikan akar persoalan yang melatarbelakangi aktivitas malam anak-anak.
“Jangan sampai anak yang sekadar nongkrong di warung kopi karena mengerjakan tugas kelompok malah distigmatisasi sebagai anak nakal dan terjaring razia. Negara harus hadir dengan pendekatan perlindungan dan pendidikan, bukan sekadar razia,” tegas Ghoni.
Komisi D DPRD Surabaya juga menekankan pentingnya evaluasi berkala terhadap implementasi kebijakan ini jika benar-benar diterapkan. Ghoni menyarankan agar mekanisme pelaporan, pengawasan, serta pendampingan sosial terhadap anak-anak yang terjaring harus tertuang secara eksplisit dalam dokumen resmi.
“Kami tidak ingin surat edaran ini justru menciptakan jarak dan ketakutan antara anak-anak dengan aparat. Harus ada ruang perbaikan yang terus-menerus agar kebijakan ini tetap humanis dan efektif,” tambahnya.
Hingga kini, Pemkot Surabaya masih terus menyempurnakan rancangan aturan tersebut. Ghoni memastikan DPRD akan terus mengawal proses penyusunannya agar tidak bertentangan dengan prinsip perlindungan anak dan hak asasi manusia.
“Kami di DPRD akan mengawal agar kebijakan ini tidak hanya tegas, tapi juga adil dan berpihak pada kepentingan terbaik bagi anak-anak,” pungkasnya. HUM/GIT