SURABAYA,Slentingan.com – Jumlah orang dengan HIV/AIDS (ODHA) hingga Desember 2022 sebanyak 663 penderita seperti data dilansir Dinas Kesehatan Pemkot Surabaya, menjadi keprihatinan tersendiri bagi para wakil rakyat di Kota Surabaya.
Ketua Komisi D DPRD Surabaya Khusnul Khotimah, meminta agar Pemkot Surabaya melalui Dinas Kesehatan melakukan sejumlah upaya pencegahan yang lebih terukur.
“Tentu kita prihatin. Jadi kita berharap, sosialisasi tentang bahaya HIV/AIDS harus terus digencarkan. Dinkes juga perlu menjalin kerja sama yang baik dengan OPD terkait, para perusahaan, dan masyarakat untuk menguatkan informasi ini, mengingat penderita didominasi oleh kelompok usia pekerja atau karyawan,” ujar politisi PDI Perjuangan Kota Surabaya ini, Sabtu (3/12/2022).
Di samping itu, ia meminta Dinkes Surabaya mengencangkan sosialisasi tentang perilaku seksual berisiko, pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan, serta penyakit menular seksual, dewan juga meminta dinkes untuk lebih proaktif dalam penanganan kepada para penderita agar tak semakin menulari.
Untuk diketahui, paling tinggi infeksi HIV dipicu oleh perilaku seks bebas lawan jenis (heteroseksual). Yakni, dengan persentase sebesar 53,85%. Lalu, seks sesama jenis (homoseksual) sebanyak 44,04%. Kemudian perilaku berbagi jarum suntik tidak steril pada pengguna narkoba suntik (penasun) terdapat 2,11%.
Sebelumnya, Kepala Dinkes Surabaya Nanik Sukristina mengatakan, penyebab terjadinya penularan HIV ada tiga, yaitu homoseksual, heteroseksual, dan penasun.
“Tertinggi karena heteroseksual,” ungkap Nanik Sukristina, Jumat (2/12/2022).
Sedangkan berdasarkan kelompok umur, penderita HIV-AIDS didominasi usia 25-49 tahun. 448 kasus. 80 persen merupakan pria. Adapun kecamatan dengan kasus terbanyak jatuh pada Wonokromo. Hal tersebut berdasarkan akumulasi data dari puskesmas dan rumah sakit.
“Kami mengklasternya berdasar kecamatan. Yang tinggi di Kecamatan Wonokromo, Sawahan, Tegalsari, Tambaksari, dan Krembangan. Kasus terbanyak ada di wilayah itu,” jelasnya.
Nanik menambahkan, sebagai langkah pencegahan, pihaknya terus melakukan sosialisasi. Selain itu, juga berkolaborasi dengan pihak-pihak terkait. “Persoalan kesehatan penyelesaiannya tidak bisa kami sendiri, melainkan dengan menggandeng pihak-pihak terkait,” terangnya.
Sementara untuk pengobatan kepada yang sakit, pihaknya mendapatkan droping bantuan obat antiretroviral (ARV) dari Kemenkes RI. Kemudian didistribusikan ke 13 puskesmas dan 10 rumah sakit, baik milik pemda maupun swasta di Kota Surabaya.
“Obat ini kita distribusikan ke puskesmas, namun tidak semua puskesmas mendapatkannya. Hanya puskesmas tertentu yang kita tunjuk untuk terapi pasien HIV,” imbuh Nanik.
Nanik optimistis, capaian kasus ODHA di metropolis bisa ditekan lagi. Pihaknya juga gencar mengedukasi usia remaja hingga memberikan pendidikan kesehatan reproduksi pada calon pengantin.
Tidak hanya itu, edukasi juga diberikan kepada kelompok berisiko seperti, wanita pekerja seks (WPS), lelaki seks dengan lelaki (LSL), juga wanita pria (Waria). Kelompok rentan seperti ibu hamil, masyarakat, termasuk pelajar SMP dan SMA juga diintervensi.
“Skrining dini pada kelompok berisiko dan kelompok rentan juga kami lakukan. Kami juga memberikan Pre Exposure Profilaksis (PrEP) untuk pencegahan,” kata Nanik
“Tolong berpikir kembali kalau mau melalukan hal-hal yang di luar wajar, apa risikonya seks bebas dan sebagainya,” pesannya. (GIT/CAK)