Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang lanjutan uji materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) terkait batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres), Selasa (29/08/2023).
Dalam sidang kali ini, MK mendengarkan keterangan dari pihak terkait, yakni Evi Anggita dan kawan-kawan. Evi Anggita merupakan warga Jawa Timur yang berusia 19 tahun.
Kuasa hukum Evi Anggita, Sunandiantoro, mengatakan bahwa permohonan PSI untuk menurunkan batas usia capres-cawapres menjadi 35 tahun telah menimbulkan tafsir liar di masyarakat.
Salah satu tafsir liar itu adalah, permohonan PSI merupakan bentuk ambisi Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) meloloskan anaknya, Gibran Rakabuming Raka yang sedang menjabat sebagai Wali Kota Solo untuk dapat maju sebagai cawapres.
Sunandiantoro juga menyinggung hubungan kekerabatan Ketua MK Anwar Usman sebagai suami dari adik kandung Presiden Jokowi, Idayati. Dia menilai, hubungan kekerabatan itu bisa berdampak pada pertimbangan yang diambil dalam memutuskan perkara uji materiil tersebut.
“Terkait dengan tafsir liar tersebut, kami berharap masyarakat dapat memahami bahwa permohonan PSI ini bukan semata-mata untuk memuluskan jalannya Gibran Rakabuming Raka untuk maju sebagai cawapres. Namun, permohonan ini merupakan bentuk kepedulian PSI terhadap hak konstitusional warga negara Indonesia,” kata Sunandiantoro.
Menurut Sunandiantoro, UU Pemilu saat ini diskriminatif terhadap warga negara yang berusia di bawah 40 tahun. Padahal, warga negara yang berusia di bawah 40 tahun juga memiliki hak yang sama untuk menjadi capres atau cawapres.
“UU Pemilu saat ini membatasi warga negara Indonesia yang berusia di bawah 40 tahun untuk menjadi capres atau cawapres. Padahal, warga negara yang berusia di bawah 40 tahun juga memiliki hak yang sama untuk menjadi pemimpin bangsa,” kata Sunandiantoro.
Sidang lanjutan uji materiil batas usia capres-cawapres ini akan kembali digelar pada Rabu (30/08/2023) hari ini.(HUM/BAD)