SURABAYA, Slentingan.com – Sebanyak 25 penghuni Apartemen Bale Hinggil, di Jalan Dr Ir H Soekarno, Jalan Medokan Semampir Indah No 63, Sukolilo, kembali menghadapi pemutusan fasilitas dasar berupa listrik dan air oleh pihak pengelola apartemen.
Sebelumnya, para penghuni sempat mengeluhkan fasilitas terkait akses lift, tunggakan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), hingga biaya layanan (service cash). Kini masalah lainnya kembali mencuat. Mereka pun mengadu ke DPRD Surabaya.
Bertempat di ruang komisi, para wakil rakyat ini memfasilitasi dalam rapat dengar pendapat (hearing) dipimpin Ketua Komisi C Eri Irawan, Wakil Ketua Aning Rahmawati, anggota komisi, dan perwakilan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait, Rabu, 9 April 2025.
Ketua Komisi C DPRD Surabaya, Eri Irawan, menyampaikan bahwa pihaknya menerima aduan dari penghuni Apartemen Bale Hinggil yang listriknya diputus meskipun mereka telah membayar iuran listrik, air, dan pengelolaan sesuai tarif lama.
Rapat dengar pendapat ini, lanjutnya, diharapkan dapat menjadi titik terang bagi penyelesaian berbagai permasalahan yang dihadapi di Apartemen Bale Hinggil.
“Jadi permasalahan ini sebenarnya bukannya warga tidak mau bayar IPL, tetapi ada trust issue bahwa laporan keuangan ini tidak transparan, uang miliaran itu digunakan seperti apa dalam pengelolaan di Bale Hinggil, karena iuran pengelolaan warga yang dibayar per bulan itu tidak ada audit dan transparansi dari pihak pengelola,” ungkap Eri.
Lebih lanjut, Eri menyoroti adanya trust issue lain terkait tunggakan PBB Apartemen Bale Hinggil. Ia mengungkapkan bahwa sebelumnya penghuni telah ditarik biaya PBB, namun dana tersebut diduga tidak disetorkan ke pemerintah kota.
Akibatnya, tunggakan PBB saat ini mencapai 7 miliar rupiah. Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Surabaya bahkan telah memberikan surat kuasa kepada kejaksaan untuk melakukan penagihan kepada pihak pengelola karena adanya wanprestasi dalam perjanjian angsuran PBB.
“Jadi sebenarnya perspektif pengelola ini hanya dia bicara haknya untuk menaikkan iuran secara sepihak, padahal sebenarnya ada haknya warga juga yang belum terpenuhi, yaitu soal bagaimana transparansi, SHM rumah susun yang tak kunjung diberikan padahal sudah lunas,” tegas Eri Irawan.
Legislator dari Fraksi PDI Perjuangan tersebut kemudian mengetuk rasa kemanusiaan pihak pengelola Apartemen Bale Hinggil untuk segera membuka kembali fasilitas dasar yang telah dimatikan.
“Kami harap pengelola apartemen Bale Hinggil untuk segara membuka kembali fasilitas dasar yang dimatikan, ” pungkasnya.
Sebelumnya, dalam pertemuan tersebut, setidaknya enam penghuni unit Apartemen Bale Hinggil mengungkapkan kegelisahan mereka akibat pemutusan aliran listrik yang telah berlangsung selama dua hari terakhir sejak Selasa (8/4/2025).
Mereka menyatakan bahwa tindakan ini sangat mengganggu aktivitas sehari-hari. Pihak Pengelola Apartemen Bale Hinggil, yang diwakili oleh PT Tata Kelola Sarana (TKS), turut hadir dalam hearing tersebut.
Menanggapi tuntutan Komisi C dan penghuni agar fasilitas dasar segera dinyalakan kembali, Building Manager Bale Hinggil, Oki Mochtar, menyatakan bahwa dirinya tidak memiliki wewenang untuk mengambil keputusan.
“Saya sebagai building manajer tidak bisa mengambil keputusan dan hasil resume tetap kami sampaikan ke pimpinan atau direksi kami, nanti hasilnya apa baik itu dinyalakan atau tetap dimatikan itu nanti tergantung pimpinan kami,” ujarnya.
Ketika ditanya mengenai opsi lain sebelum pemutusan fasilitas dasar dilakukan, Oki menjelaskan bahwa pihak pengelola sebelumnya telah memberikan kelonggaran kepada penghuni yang membayar dengan tarif lama sejak tahun 2021 hingga 2024.
Namun, setelah dilakukan penagihan, beberapa penghuni yang masih menggunakan tarif lama dinilai tidak memiliki itikad baik untuk mencicil tunggakan.
“Kita tidak paksa harus cash atau melunasinya, tapi kita beri kelonggaran untuk mencicilnya, bisa bisa juga kalau penghuni ada itikad baik kita bisa juga menghapuskan denda, tapi sebaliknya mereka tidak ada sama sekali itikad baiknya,” tegas Oki.
Lebih lanjut, Oki mengklaim bahwa pemutusan aliran listrik dan air telah melalui prosedur yang jelas, termasuk pemberian surat peringatan sebanyak tiga kali dan somasi sebanyak tiga kali pula.
“Jadi kita tidak mematikan listrik tanpa pemberitahuan,” tegasnya.
Ia juga menyebutkan bahwa total ada sekitar 129 unit yang menunggak dan telah disomasi, dengan 25 unit di antaranya telah dilakukan pemutusan listrik.
Sementara itu dalam hearing, Tata Untari, salah satu penghuni yang aliran listriknya diputus sejak Selasa (8/4), mengungkapkan keresahannya.
“Kami resah itu fasilitas dasar kami sampai diputus,” keluhnya.
Ia mengakui memiliki tunggakan sebesar 9 juta rupiah, yang membengkak menjadi 33 juta rupiah akibat denda. Padahal, menurutnya, ia selalu membayar Iuran Pengelolaan Lingkungan (IPL) sebesar 350 ribu rupiah per bulan. “Kami bukan tidak mau bayar, tapi kami ini membayar loh,” imbuhnya. HUM/BAD