SURABAYA, Slentingan.com — Operasi malam oleh Satpol PP Kota Sutabaya lewat tajuk ‘Asuhan Rembulan’ dengan mengamankan puluhan pemuda di berbagai titik kota, menuai sorotan dari DPRD Surabaya.
Operasi yang disebut-sebut sebagai upaya menjaga ketertiban ini justru dinilai masih bersifat reaktif dan minim dampak jangka panjang. Hal itu disampaikan anggota Komisi A DPRD Surabaya, Azhar Kahfi.
Politisi Gerindra ini mengingatkan bahwa penertiban seperti ini hanya akan menjadi agenda rutin tanpa hasil berarti jika tidak disertai dengan pendekatan yang lebih menyentuh akar masalah sosial.
“Menertibkan pemuda yang pesta miras atau mencorat-coret fasilitas umum itu penting, tapi kalau hanya ditangkap lalu dikirim ke Liponsos tanpa pembinaan lanjutan yang serius, itu cuma pencitraan. Tidak menyelesaikan apa-apa,” tegas Azhar, Senin, 16 Juni 2025.
Sebanyak 44 pemuda diamankan dari lokasi seperti Taman Bambu Runcing, Simpang Dukuh, dan Jalan Pemuda. Mereka terdiri dari 35 orang yang kedapatan mengonsumsi miras, dan 9 lainnya terlibat aksi vandalisme.
Meski hasil tes urine menunjukkan negatif narkoba, mereka tetap digiring ke Liponsos Keputih untuk pembinaan sementara.
Namun, menurut Azhar, langkah ini hanya sebatas tindakan administratif tanpa substansi pembinaan yang jelas.
“Apakah mereka dibina secara psikologis? Apakah mereka diajak bicara, dicari tahu kenapa mereka nongkrong sampai mabuk atau mencoret fasilitas umum? Saya ragu,” kritiknya.
Ia juga menyoroti absennya sinergi lintas dinas dalam menangani persoalan sosial pemuda secara lebih serius. Ia menyebut bahwa selama ini tindakan pemerintah kota cenderung berdiri sendiri dan terkesan hanya ingin menunjukkan hasil cepat kepada publik.
“Kita butuh tim terpadu, bukan hanya Satpol PP yang bertindak sendiri. Harus melibatkan Dinas Pendidikan, Kesehatan, bahkan tokoh masyarakat. Tanpa itu, jangan berharap ada efek jera,” kata Azhar.
Ia juga mengungkap fakta bahwa pasca-penertiban, tidak ada program lanjutan yang konsisten. Menurutnya, pembinaan di Liponsos hanya bersifat sementara dan tidak didukung oleh kegiatan yang membangun kesadaran atau memberikan solusi alternatif bagi para pemuda.
“Setelah dibina sebentar lalu dilepas, mereka akan kembali ke jalan. Pemerintah kota tidak boleh lepas tangan begitu saja,” tandasnya. Ia mengusulkan agar pemkot mulai merancang program konkret, seperti pelatihan keterampilan, konseling psikologis, hingga dialog rutin bersama komunitas pemuda.
Azhar bahkan menawarkan diri untuk turun langsung berdialog dengan para pemuda. “Saya siap duduk bersama mereka. Cangkrukan, dengar curhat mereka, bukan hanya menghakimi. Mereka bukan kriminal, mereka korban situasi,” ujarnya.
Ia juga mengingatkan masyarakat dan aparat agar tidak gegabah dalam melabeli para pemuda yang terjaring sebagai ‘nakal’ atau pembuat onar.
“Kita terlalu mudah menghakimi tanpa tahu latar belakang mereka. Bisa jadi mereka butuh perhatian, bukan hukuman. Kalau pendekatannya keliru, kita hanya melahirkan generasi yang makin apatis,” pungkasnya. HUM/BOY