Jakarta – Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), Abdullah Azwar Anas menyebut, di Indonesia terdapat 27.000 aplikasi milik pegawai pemerintahan yang harus dipangkas.
Maka dari itu, pemerintah konsentrasi memacu program sistem pemerintahan berbasis elektronik (SPBE). Hal itu dia sampaikan dalam Pertemuan Kedua Workshop Optimalisasi Implementasi dan Capaian Target Roadmap SP4N-Lapor secara virtual.
“Kita sekarang ada 27.000 aplikasi. Presiden sudah memberikan arahan tidak boleh lagi ada aplikasi baru, tidak boleh satu inovasi satu aplikasi karena kalau banyak aplikasi rakyat akan rumit untuk mendapatkan layanan ini,” kata dia, Selasa (11/7/2023).
Anas mengungkapkan, kerap para vendor mendekati pejabat yang baru dilantik menawarkan pembuatan proyek digitalisasi.
“Kadang kita ini baru menjabat vendor sudah mendekat. Pada setiap pejabat baru, ada vendor baru, ada aplikasi baru. Kita tidak boleh lagi. kita sedang kontrol pembelanjaan aplikasi mereka,” ucapnya.
Mantan Kepala LKPP ini juga mengingatkan kementerian, lembaga, dan pemda, tiap ada wacana belanja negara atau daerah harus mendapatkan persetujuan dari Kementerian PANRB.
“Kalau teman-teman tetap membelanjakan dan menganggarkan tetapi tidak tanpa persetujuan atau approve dari Kementerian PANRB, ke depan akan jadi temuan BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan),” tegas Anas.
Pemerintah, kata Anas, ingin mencontoh Inggris dan Estonia. Di Inggris saja awalnya memiliki 2.000 situs, namun kini telah menjadi 1 situs. Sedangkan Estonia menjadi negara terbaik akan pelayanan digitalnya.
“Kecuali satu masalah perceraian saja yang tidak dikerjakan dengan digital di Estonia dan kita belajar banyak dari sana yang menarik,” ucapnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan menantang anak-anak muda ahli IT Indonesia untuk bisa membereskan 27 ribu aplikasi pemerintahan yang ada. Ribuan aplikasi ini banyak yang saling tumpang tindih dan tidak bisa bekerja secara efisien.
“Ternyata kita punya 27 ribu aplikasi seluruh pemerintahan ini. Itu punya berapa banyak vendor itu. Sekarang, saya katakan, banyak adik-adik yang muda, yang dari ahli IT, ayo tunjukkan kau ini orang Indonesia hebat, satukan ini,” tantangnya.
Ribuan aplikasi bikinan pemerintah ini juga sempat dikeluhkan Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati. Ia mengungkapkan, pemerintah memiliki sekitar 24.000 aplikasi yang tersebar di berbagai kementerian dan lembaga (K/L). Bahkan menurut data terbaru mencapai 27.000 aplikasi.
Namun, aplikasi-aplikasi itu tidak beroperasi secara multifungsi, sehingga tidak efisien dan membuat boros anggaran negara karena dikerjakan pihak ketiga alias vendor melalui lelang maupun penunjukan langsung.
“Bayangkan kita punya 24.000 aplikasi dan setiap kementerian/lembaga itu punya 2.700 database sendiri-sendiri,” ujar Sri Mulyani.
Oleh sebab itu, pemerintah akan melakukan intergovernmental connection atau integrasi data yang akan disederhanakan dalam satu database.
Integrasi ini diyakini akan dapat menghemat biaya operasi pemerintah secara lebih efisien, efektif, dan mengurangi risiko serangan cyber security.
“Jadi enggak setiap kementerian/lembaga semua membuat aplikasi sendiri-sendiri yang tidak interoperable (dapat dioperasikan), melainkan mereka akan lebih terkoordinasi. Itu yang disebut digitalisasi government dan juga supaya seluruhnya itu bisa jauh lebih efisien,” jelas Sri Mulyani.(HUM/BAD)