SURABAYA, Slentingan.com – Puluhan warga Margorukun, Kecamatan Bubutan, tercekik oleh ketidakpastian hukum. Sertifikat tanah resmi milik mereka – baik Hak Milik (SHM) maupun Hak Guna Bangunan (HGB) – mendadak tak lagi berfungsi.
Tanpa melalui proses hukum, tanpa surat resmi, PT Kereta Api Indonesia (KAI) memblokir sertifikat mereka sejak 2017. Akibatnya, warga tidak bisa balik nama, mengurus warisan, apalagi menjadikan tanah sebagai agunan di bank. Hak-hak dasar sebagai pemilik tanah sah seolah dirampas secara sepihak.
Anggota Komisi D DPRD Kota Surabaya, Imam Syafii, mengecam keras kondisi ini. Dalam kunjungannya ke Margorukun Gang 3 saat reses (11/9/2025), ia menegaskan bahwa blokir PT KAI tidak memiliki dasar hukum yang jelas.
“Sertifikat ini sah dan belum pernah dibatalkan oleh BPN. Kalau masih berlaku, harusnya bisa digunakan. Ini pelanggaran nyata terhadap hak warga,” tegas Imam.
Lebih dari sekadar pernyataan politik, DPRD menyatakan siap mendampingi warga hingga ke pengadilan. Imam menyebut, pihaknya sudah menggandeng LBH NU Surabaya untuk menyiapkan langkah hukum konkret.
Sementara itu, Ketua RW 10 Kelurahan Gundih, Nurul Hidayati, menuturkan bahwa warga telah memiliki sertifikat resmi sejak era 1970–1980-an. Bahkan dirinya sendiri pernah melakukan balik nama tahun 2002 tanpa kendala. Namun semuanya berubah sejak 2017.
“Administrasi kami lengkap. Tapi sejak PT KAI memblokir, semuanya mentok. Bahkan pemberitahuan pun cuma lisan. Ini sangat merugikan, terutama saat pewaris meninggal,” keluh Nurul.
Menurutnya, warga Margorukun tak meminta lebih dari yang seharusnya mereka miliki: kepastian hukum atas tanah yang sudah mereka kuasai dan urus secara sah selama puluhan tahun.
Mereka mendesak Pemkot Surabaya, BPN, hingga Kementerian ATR/BPN turun tangan menyelesaikan masalah ini. Mereka menuntut kejelasan status tanah, dasar pemblokiran, dan solusi konkret agar hak mereka dipulihkan.
“Ini bukan sekadar soal dokumen. Ini soal hidup warga, soal masa depan. Negara tidak boleh diam,” pungkas Imam. HUM/BOY