SURABAYA, Slentingan.com – Kembalinya praktik prostitusi terselubung di kawasan eks lokalisasi Moroseneng, Kelurahan Sememi, Kecamatan Benowo, memicu reaksi keras dari DPRD Kota Surabaya. Lokasi ini sebenarnya telah resmi ditutup sejak 2015.
Ketua Komisi A DPRD Surabaya, Yona Bagus Widyatmoko, mendesak Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi untuk segera mengevaluasi kinerja camat dan lurah setempat, yang dinilai tidak peka terhadap situasi di lapangan dan terkesan menutup-nutupi fakta.
Sorotan ini bermula dari inspeksi mendadak (sidak) yang dilakukan oleh salah satu anggota DPRD bersama awak media, yang menemukan indikasi aktivitas prostitusi di Jalan Sememi Jaya I dan II. Menindaklanjuti temuan ini, Komisi A mendorong Pemkot Surabaya agar bertindak lebih tegas.
Namun, langkah awal yang diambil Forkopimca Kecamatan Benowo dan Satpol PP dalam merespons kasus ini justru menuai kritik dari Yona. Ia menilai razia pertama yang dilakukan terkesan formalitas, karena tidak membuahkan hasil apa pun.
“Pada razia pertama, menurut Camat, tidak ditemukan bukti adanya prostitusi. Tapi temuan awal justru datang dari anggota dewan dan media. Ini menimbulkan kecurigaan,” ujar Yona, Senin, 13 Oktober 2025.
Kecurigaan akan kebocoran informasi semakin menguat setelah Sat Samapta Polrestabes Surabaya melakukan operasi terpisah pada Sabtu malam (11/10/2025). Hasilnya, polisi berhasil mengamankan dua mucikari, dua pekerja seks komersial (PSK), seorang pelanggan, serta pemilik wisma di kawasan gang Klakahrejo – area yang dikenal sebagai eks lokalisasi Moroseneng.
“Terbukti, aparat kepolisian bisa bertindak dan langsung menemukan pelaku. Ini membuktikan kualitas aksi mereka lebih siap dan tidak bocor,” lanjut Yona, yang akrab disapa Cak Yebe.
Yona menduga perbedaan hasil ini menunjukkan ada kebocoran informasi pada razia pertama, sehingga pelaku sempat menghilang.
“Sidak seharusnya tidak disebarluaskan. Kalau info sidak bocor dalam hitungan jam, ya jelas pelakunya akan bersembunyi,” katanya.
Ia juga menyoroti lemahnya respons camat dalam razia awal. Menurutnya, aparat wilayah seperti camat dan lurah seharusnya menjadi garda terdepan dalam mengetahui kondisi di wilayahnya.
“Kalau sehari-hari yang ada di sana adalah camat, tapi justru polisi yang berhasil membongkar, ini jadi pertanyaan besar. Camat seharusnya lebih peka dan bertanggung jawab,” tegasnya.
Yona turut menyinggung program anti pungli yang digaungkan Wali Kota Surabaya. Ia mendesak agar Pemkot menyelidiki lebih dalam jika ada dugaan aliran dana atau setoran dari praktik prostitusi kepada aparatur wilayah.
“Kalau ada indikasi pungli atau setoran kepada aparat kecamatan dan kelurahan, saya minta Wali Kota mengevaluasi total kinerja mereka. Ini tantangan bagi beliau untuk menunjukkan komitmen mewujudkan Surabaya bebas pungli dan praktik kotor,” ujarnya.
Ia juga meminta Satpol PP Surabaya agar tidak hanya fokus pada satu wilayah, tetapi aktif menindak praktik prostitusi di hotel maupun yang beroperasi secara digital.
“Komitmen kita adalah Surabaya bersih dari prostitusi – bukan hanya di tempat yang sudah distigma, tapi di seluruh wilayah kota, termasuk hotel dan platform online,” tutup Yona. HUM/BOY