Jakarta – Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) mengungkap modus pemalsuan stempel keimigrasian pada tindak pidana penyeludupan manusia (TPPM).
Direktur Jenderal (Dirjen) Imigrasi, Silmy Karim membeberkan, pihaknya telah melakukan penyelidikan hingga penyidikan dan menetapkan perempuan berinisial ODG (37) sebagai terduga pelaku TPPM.
Silmy mengatakan, ODG diduga mengurus visa di Kedutaan Besar (Kedubes) Amerika Serikat (AS) untuk sejumlah orang. Ia menjaring pengguna jasanya di Grup Pencari Kerja pada media sosial Facebook.
“Yang menarik di sini adalah sodara tersangka ini membantu para pihak yang ingin mendapatkan visa ke Amerika,” kata Silmy di Gedung Imigrasi, Kemenkumham, Jakarta Selatan, Rabu (2/8/2023).
Menurut Silmy, ODG mencoba mengakali petugas Kedubes Amerika dengan cara membubuhkan stempel keimigrasian palsu pada paspor para calon korban. Stempel keimigrasian dimaksud berasal dari berbagai negara mulai Indonesia, Singapura, Thailand, dan Malaysia. Tujuannya agar pemilik paspor dianggap bonafit atau dapat dipercaya dan memiliki tujuan yang baik.
Untuk diketahui, salah satu aspek yang diperhatikan oleh Kedubes AS dalam memberikan visa adalah pemohon dianggap bonafit.
“Dengan membuat cap seolah-olah si pemohon visa ini bonafit, untuk mendapatkan visa berbagai macam hal,” ujar Silmy.
Silmy mengatakan, pengungkapan dugaan TPPM ini merupakan hasil kerjasama Ditjen Imigrasi dengan Kedubes AS. Pra-penyelidikan kasus ini berawal dari laporan Kedubes AS yang menemukan dan mencurigai banyaknya stempel keimigrasian dari berbagai negara saat memeriksa paspor.
Stempel itu seakan-akan menunjukkan pemohon telah melakukan banyak perjalanan. Tetapi, perjalanan itu dilakukan di masa pandemi.
Kecurigaan ini lantas dilaporkan ke Ditjen Imigrasi dan ditindak lanjuti dengan penyelidikan hingga penyidikan.
Menurut Silmy, selama proses pemeriksaan, ODG sempat bersembunyi. Tetapi, akhirnya terdeteksi pihak Imigrasi saat hendak melintas ke Malaysia. Rencana penyeberangan ODG terdeteksi lantaran namanya sudah masuk daftar cegah.
“Kemudian, yang bersangkutan ini ketangkapnya ketika sedang mau pergi ke Malaysia, karena masuk ke dalam daftar cekal Imigrasi, yang sebelumnya yang bersangkutan sudah kita kejar kita cari tapi kita berhasil amankan ketika mau melintas,” kata Silmy.
Atas perbuatannya, ODG disebut melanggar Pasal 120 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian jo Pasal 53 ayat (1) KUHP atau Pasal 121 huruf a Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.
Terhadap ODG terancam penjara minimal lima tahun dan paling lama 15 tahun dan denda minimal Rp 500 juta serta maksimal Rp 1,5 miliar. Saat ini, berkas perkara ODG telah dilimpahkan penyidik Imigrasi ke Kejaksaan dan sudah dinyatakan lengkap.(HUM/BAD)