SIDOARJO, Slentingan.com – Kejaksaan Negeri (Kejari) Sidoarjo berhasil menyita uang tunai sebesar Rp 1,85 miliar dari Perumda Delta Tirta Sidoarjo sebagai hasil pengembalian dalam perkara tindak pidana korupsi terkait kegiatan pasang baru (pasba) pada Perumda Delta Tirta Sidoarjo selama tahun 2012-2015.
Penyitaan dilakukan oleh tim penyidik Pidsus Kejaksaan Negeri Sidoarjo di Kantor Perumda Delta Tirta Sidoarjo pada Selasa, 28 November 2023. Uang tersebut diserahkan oleh perwakilan Perumda Delta Tirta Sidoarjo kepada penyidik.
Kajari Sidoarjo, Roy Rovalino Herudiansyah SH MH, menjelaskan bahwa kasus ini bermula dari perjanjian kerja sama antara PDAM Delta Tirta Sidoarjo dan KPRI Delta Tirta Sidoarjo untuk pekerjaan pengadaan pasba sambungan langganan pada periode 2012-2015.
Dalam perjanjian tersebut, disebutkan bahwa KPRI Delta Tirta Sidoarjo, pihak kedua, akan melaksanakan pekerjaan sambungan langganan setelah menerima pemberitahuan melalui program CORE (Computerized Registration) atau program lainnya, atau melalui data elektronik yang tersedia dan dapat digunakan sebagai dasar/acuan pemasangan sambungan langganan atau Surat Perintah Kerja (SPK).
“Namun, dalam pelaksanaannya, Seksi Pasang Baru PDAM Delta Tirta Sidoarjo menerima daftar pelanggan pasang baru dari cabang PDAM, bukan dari sistem CORE,” ujar Roy Rovalino Herudiansyah dalam keterangan tertulisnya.
Pada proses pemasangan, Berita Acara Pemasangan dibuat secara manual, tidak diambil dari CORE. Pemasangan didasarkan pada daftar yang dikirimkan oleh cabang PDAM, dan nama pelanggan tidak tercantum dalam sistem CORE maupun di KPRI karena belum melakukan pembayaran.
Setelah melakukan pemasangan di luar sistem CORE, KPRI melakukan penagihan sebanyak enam kali dengan surat permohonan pembayaran pemasangan sambungan pasba PDAM Sidoarjo kepada Direktur Utama PDAM, sebanyak 7.342 pasba dengan total Rp5,726,760,000. Uang tersebut kemudian dikelola oleh KPRI secara melawan hukum.
“Kegiatan penyitaan ini dilakukan bukan hanya untuk kepentingan pembuktian, tetapi juga sebagai upaya pemulihan kerugian keuangan negara. Jumlah uang tersebut akan dianggap sebagai pengganti kerugian yang timbul akibat perbuatan tindak pidana korupsi ini,” pungkasnya. (cak/raz)