SURABAYA, Slentingan.com – Wakil Ketua DPRD Surabaya, Arif Fathoni, mengusulkan pembatasan usia operasional truk tua sebagai langkah konkret dalam mengurangi emisi gas buang yang dihasilkan kendaraan bermotor.
Langkah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Surabaya ini adalah untuk mendorong Pemerintah Kota Surabaya sebagai upaya serius dalam mengatasi permasalahan polusi udara di Kota Pahlawan ini.
“Kita tahu bahwa banyak truk yang beroperasi di Surabaya (contoh di Jalan Kalianak dan Margomulyo) sudah berusia tua. Kendaraan-kendaraan ini cenderung memiliki emisi yang lebih tinggi dan berpotensi menyebabkan terjadinya polusi udara,” ungkap Ketua DPD Partai Golkar Surabaya ini.
Usulan ini muncul seiring dengan upaya Pemkot Surabaya dalam melakukan transformasi kendaraan dinas menjadi kendaraan listrik.
Menurut Toni sapaan akrab Arif Fathoni, kedua langkah ini saling melengkapi dan menunjukkan komitmen kuat pemkot dalam menciptakan lingkungan yang lebih bersih dan sehat bagi warganya.
“Ini komitmen nyata menjaga udara Kota Surabaya di masa yang akan datang supaya tetap bersih, sebagaimana komitmen kota-kota kelas dunia yang lain. Perubahan iklim itu nyata, maka dibutuhkan tindakan yang nyata,” sambung Ketua Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR) Surabaya ini.
Namun, Toni menekankan bahwa transformasi energi hijau perlu diimbangi dengan penataan moda transportasi truk. Langkah ini penting. Sehingga truk tua tidak menjadi penyumbang polusi di masa depan.
“Kalau bus ada pembatasan usia operasional, sementara truk belum. Pemkot Surabaya perlu menjadi pionir dalam hal ini sehingga dapat menjadi masukan bagi pemerintah pusat untuk menangani fenomena banyaknya truk tua yang masih beroperasi di kota-kota besar,” urai mantan Ketua Komisi A DPRD Surabaya periode 2019-2024 ini.
Toni mengungkapkan bahwa di beberapa wilayah seperti Jalan Margomulyo dan Kalianak, masih banyak truk tua yang beroperasi. Truk-truk ini tidak hanya mengeluarkan gas buang berwarna hitam pekat, tetapi juga sering membawa beban muatan berlebih yang merusak jalan.
Bahkan aktivitasnya tidak hanya menimbulkan polusi udara, tetapi juga berpotensi meningkatkan angka kecelakaan lalu lintas yang sering kali melibatkan kendaraan bermotor tua.
“Sering kali terjadi kerusakan seperti as patah atau ban vulkanisir meletus, yang langsung memicu kemacetan. Ini harus segera dihentikan, karena warga Surabaya menjadi korban baik dari sisi kemacetan, kecelakaan lalu lintas, hingga menghirup gas buang beracun,” tandasnya.
Politisi berlatarbelakang jurnalis itu juga menyoroti pelaksanaan Uji KIR yang dianggap kurang ketat. Ia menyarankan agar Uji KIR lebih fokus pada kelayakan emisi gas buang dan komponen truk lainnya.
“Dalam hukum ada asas Contrarius Actus, siapa yang menerbitkan dia harus melakukan pengawasan. Uji KIR adalah kewenangan pemerintah daerah atas mandat dari pemerintah pusat. Maka, pengawasan ini bisa menjadi dasar penindakan hukum sambil menunggu aturan yang lebih rinci, baik Perda maupun undang-undang,” beberapa mantan Ketua Fraksi Golkar Surabaya ini.
Selain pengawasan ketat, Toni mengusulkan agar Dinas Perhubungan Kota Surabaya bekerja sama dengan Satlantas Polrestabes Surabaya untuk mengumpulkan pengusaha jasa angkutan. Tujuannya, membangun kesadaran bersama mengenai pentingnya pembatasan usia operasional truk.
“Saya yakin para pengusaha akan memahami. Ini semua demi masa depan udara yang lebih baik. Butuh komitmen dari semua pihak untuk mewujudkan hal ini,” pungkas wakil rakyat yang berangkat dari Dapil 3 Surabaya tersebut. HUM/BOY