SURABAYA, Slentingan.com – Pembangunan Rumah Potong Hewan (RPH) baru di Tambak Osowilangun, Kecamatan Benowo, Surabaya, semakin menarik perhatian masyarakat Surabaya dan wakil rakyat.
Sebab, lokasi yang dipilih untuk pembangunan fasilitas modern ini ternyata berada di atas tanah bekas Tempat Pembuangan Sampah (TPA). Tak hanya itu, kondisi tanah gambut yang rentan amblas turut menambah kekhawatiran.
Anggota DPRD Surabaya pun langsung gercep dengan inspeksi mendadak (sidak) ke lokasi pembangunan pada Selasa, 5 Agustus 2025, untuk memastikan apakah proyek ambisius ini benar-benar siap digunakan tanpa menambah beban masyarakat.
Didampingi Direktur Utama PD RPH Surabaya, Fajar Arifianto Isnugroho, anggota Komisi B DPRD Surabaya meninjau langsung progres pembangunan RPH yang dijanjikan lebih modern dan efisien.
Mulai dari area penurunan sapi (unloading), jalur penggiringan, hingga instalasi pengolahan air limbah (IPAL), semuanya jadi perhatian serius.
Wakil Ketua Komisi B DPRD Surabaya, M Machmud, mengapresiasi kemajuan yang tampak di lokasi.
“Secara visual, ini jauh lebih baik daripada yang lama. Sistem pemotongannya sudah sangat terorganisir, dari sapi masuk, dipotong, hingga distribusinya. Tetapi, lokasi yang jauh di pinggiran kota bisa jadi masalah besar,” kata Machmud di lokasi.
RPH baru ini diperkirakan dapat menampung sekitar 200 hingga 300 ekor sapi per hari, tetapi Machmud khawatir biaya transportasi akan melonjak karena jaraknya yang jauh dari pusat kota.
“Jangan sampai ongkos transportasi yang naik membuat harga daging ikut meroket. Kita harus hati-hati dengan efek domino ini,” tambahnya.
Namun, hal yang lebih mencemaskan muncul dari ketahanan tanah di lokasi tersebut. Machmud menyoroti potensi tanah amblas, mengingat lokasi RPH berada di lahan bekas TPA yang penuh dengan tanah gambut.
“Kalau tanahnya ambles, jangan kaget kalau bangunan jadi retak. Keretakan yang sudah terlihat di beberapa titik bisa jadi tanda pertama dari masalah yang lebih besar,” terangnya dengan tegas.
Ketua Komisi B DPRD Surabaya, Mohammad Faridz Afif, mengungkapkan bahwa progres pembangunan RPH ini sudah mencapai 80 persen, namun ada beberapa catatan penting yang harus segera ditangani. Salah satunya adalah kebutuhan mendesak untuk menambah kandang.
“Sapi yang baru datang harus diberi waktu istirahat minimal 10 jam. Jadi, kita butuh lebih banyak kandang untuk mengurangi stres mereka,” ungkap Afif.
Tak hanya itu, Afif juga menyuarakan keberatannya terkait pemilihan lokasi yang dipandang berisiko tinggi.
“Pilihannya aneh, kenapa harus di atas tanah bekas TPA? Ini bisa menambah risiko kerusakan, apalagi tanahnya mudah turun. Saya khawatir kalau tanah ini terus bergerak, bangunan bisa jadi korban,” ujar Afif dengan nada serius.
Fajar Arifianto Isnugroho, Direktur Utama RPH Surabaya, merespon masukan Dewan dengan cukup terbuka.
“Kami berterima kasih atas perhatian yang diberikan. Memang masih ada beberapa kekurangan, seperti handrail yang belum terpasang, finishing bangunan yang belum selesai, dan jumlah kandang yang perlu ditambah,” jelas Fajar.
Selain itu, Fajar juga mengungkapkan bahwa pemindahan operasional dari RPH Pegirian ke Tambak Osowilangun akan dilakukan secara bertahap.
“Lokasi baru yang jauh dari pasar tradisional tentu akan menambah tantangan dalam distribusi. Belum lagi, para jagal mungkin keberatan karena jarak yang jauh. Kami perlu waktu untuk beradaptasi,” tambahnya.
Dengan segala kekhawatiran yang muncul, mulai dari potensi kenaikan harga daging hingga kerusakan bangunan akibat tanah yang tidak stabil, RPH Tambak Osowilangun kini menjadi sorotan.
Proyek ambisius ini tampaknya menghadapi ujian berat sebelum dapat beroperasi penuh. Apakah Surabaya siap menghadapi risiko yang datang bersama pembangunan RPH modern ini. HUM/BOY