SURABAYA, Slentingan.com – Jaring aspirasi yang dilakukan anggota DPRD Kota Surabaya beberapa waktu lalu, menjadi sarana curhat bagi masyarakat. Khususnya persoalan kota yang kadang masih dikeluhkan oleh warga.
WAKIL Ketua DPRD Kota Surabaya Laila Mufidah misalnya, politisi PKB itu mendapat banyak curhatan warga terkait sampah dan persoalannya. Padahal, ia secara khusus sudah memberikan perhatian terkait sistem pengelolaan sampah.
Temuan itu didapat saat Laila menggelar reses di kampung Tenggilis, wilayah Kecamatan Tenggilis Mejoyo. Seluruh warga memimpikan lingkungan bersih dan nyaman dengan pengelolaan sampah yang baik. Disatusisi, alur sampah juga bisalancar serta tidak menumpuk, hingga sampai di tempat pembuangan akhir Benowo.
Sampah dari seluruh warga kampung tidak terhambat dibawa ke tempat pembuangan sementara (TPS) di kelurahan tersebut. Dari TPS ini bisa segera dibawa ke TPA. Namun kelancaran pengangkutan sampah tersebut muncul masalah. Bahkan persoalan ini sudah cukup lama.
“RW curhat karena ‘ petugas penarik gerobak sampah kampung mengeluh ada semacam pemberlakuan tarif gerobak sampah ke TPS,” kata Laila, Kamis (2/2/2023).
Saat menggelar reses di wilayah tersebut, Laila terus mendapat keluhan warga soal
pengelolaan sampah yang tidak dikelola dengan baik. Warga sudah berpartisipasi dengan menyediakan tempat sampah rumah dan membayar iuran sampah.
Tiap KK berlaku iuran sampah. Iuran ini untuk pengelolaan sampah tingkat kampung. Di antaranya yang utama adalah untuk membayar petugas penarik gerobak sampah dari rumah-rumah warga. Dari tempat sampah rumah diangkut gerobak menuju TPS.
Setiap KK rata-rata membayar Rp 10.000 per bulan. Itu untuk memberi honor petugas penarik gerobak sampah di kampung. Setiap petugas berhak atas honor antara Rp 1 juta – Rp 1,5 juta per bulan. Namun petugas gerobak ini dihadapkan pada persoalan di TPS.
Menurut Laila, partisipasi warga untuk lingkungan kampung itu sudah baik. Selain gotong royong warga juga kebersamaan demi kepentingan bersama. Namun yang membikin kaget adalah ada dugaan oknum yang memanfaatkan alur sampah dari petugas gerobak ke TPS untuk keuntungan pribadi.
RW di Tenggilis menyampaikan bahwa ada tradisi kurang baik untuk pengelolaan sampah. Ada dugaan pungli dengan menerapkan tarif agar gerobak sampah diangkut ke truk sampah. Oleh oknum truk pengangkut, sampah gerobak diangkut kalau memberi tips. Besarannya Rp 30.000 per gerobak.
“Semula saya menduga ada oknum yang melakukan praktik pungli. Tapi warga sudah detail mengaku bahwa harus ada tips kalau mau sampah gerobak cepat diangkut. Kalau tidak, gerobak bisa nginap,” kata Laila.
Politisi perempuan PKB ini tidak ambil pusing dengan istilah tips atau sogok atau
pungli sekalipun. Itu maknanya juga sama.
Pimpinan DPRD ini menolak pungli bentuk apa pun. Sebab Pemkot Surabaya sudah mempunyai petugas yang memang khusus menangani pengelolaan sampah.
Petugas dari Dinas Lingkungan Hidup dan Pertamanan sudah bertanggung jawab atas pengangkutan sampah dari TPS ke TPA. Apakah ada pihak ketiga yang ikut mengelola sehingga memberlakukan tradisi kurang baik tadi.
Kembali Laila menegaskan bahwa DLH harus bertanggungjawab atas pengangkutan sampah dari TPS ke TPA. Pemerintah harus hadir dalam memberikan Jayanan sampah tanpa perlu lagi ada tambahan biaya apapun yang dipungut dari warga.
Ketua Perempuan Bangsa Surabaya ini mendesak agar pengelolaan sampah di Kota Surabaya dilakukan dengan baik dengan berorientasi pada layanan kepada masyarakat. Apalagi semua pegawai dan petugas dari DLH termasuk yang outsourcing juga sudah mendapat gaji dan honor.
Yang dibutuhkan saat ini adalah ketegasan dan pengawasan dari dinas terkait. Apalagi setiap TPS diyakini ada pegawai DLH yang bertanggung jawab. Pengawasan diperlukan untuk menjadikan tugas menjadi penuh tanggungjawab agar praktik dan tradisi kurang baik dalam pengelolaan sampah di Kota Surabaya tidak terjadi. (HUM/CAK)