SURABAYA, Slentingan.com – Program beasiswa Pemuda Tangguh yang digadang-gadang Pemerintah Kota Surabaya untuk membantu ribuan siswa SMA sederajat dari keluarga miskin justru menuai sorotan tajam.
Pasalnya, seragam bantuan yang dibagikan dinilai berbeda warna dan kualitas dengan seragam reguler di sekolah, sehingga malah membuat para penerima tampak “berbeda” dari teman-temannya.
Anggota Komisi D DPRD Surabaya, Imam Syafi’i, menyebut kondisi ini ironis. Alih-alih menyetarakan, seragam bantuan justru berpotensi memperkuat stigma kemiskinan di sekolah.
“Di SMA Negeri Surabaya, saya temukan seragam pramuka dan abu-abu bantuan warnanya tidak sama. Anak-anak jadi minder karena seragamnya terlihat berbeda. Padahal, mereka sangat sensitif soal ini,” tegas Imam, Sabtu, 9 Agustus 2025.
Imam bahkan menyebut banyak siswa terpaksa membeli kain dan menjahit seragam baru agar tidak terlihat berbeda. “Harga kainnya Rp280 ribu, ongkos jahit Rp200 ribu per set. Ini jelas membebani keluarga miskin yang seharusnya terbantu,” ujarnya.
Meski ada beberapa kepala sekolah dan guru yang berinisiatif membantu menjahitkan seragam sesuai standar, jumlahnya sangat terbatas.
“Paling hanya sekitar lima siswa per sekolah yang bisa dibantu. Sementara ribuan lainnya tetap harus pakai seragam berbeda,” tambah politisi NasDem itu.
Imam menekankan, penggunaan dana APBD untuk program ini seharusnya dikelola dengan cermat. Apalagi, Pemkot Surabaya saat ini sedang menanggung utang hingga Rp452 miliar.
“Kalau seragam bantuan tidak dipakai karena tidak sesuai, itu mubazir. Ironis, di saat keuangan Pemkot sedang berat,” sindirnya.
Ia mendesak Pemkot melakukan standardisasi warna dan kualitas kain agar seragam bantuan benar-benar setara dengan seragam reguler.
“Kalau mau membantu, ya harus yang terbaik. Jangan asal jadi, lalu malah membuat anak-anak miskin semakin merasa berbeda,” pungkas Imam. HUM/BOY