SURABAYA, Slentingan.com –
Sengketa lahan seluas 534 hektare di tiga kecamatan Surabaya yang diklaim sepihak oleh Pertamina memasuki babak krusial. Ribuan warga pemilik Sertifikat Hak Milik (SHM) kini menggantungkan harapan pada pemerintah pusat.
Pasalnya, Kantor Pertanahan Kota Surabaya I (BPN) secara terbuka menyatakan tidak memiliki wewenang menyelesaikan konflik ini secara mandiri.
“Ini harusnya diselesaikan di tingkat kementerian. Levelnya sudah lintas-lembaga, karena melibatkan aset BUMN,” tegas Kepala Kantor Pertanahan Surabaya I, Budi Hartanto, usai menghadiri pertemuan dengan ribuan warga yang tanahnya diklaim Pertamina, Rabu (15/10/2025).
BPN Hanya Laporkan, Bukan Pengambil Keputusan
Meski tidak berwenang menyelesaikan konflik, BPN mengklaim tetap aktif melaporkan perkembangan ke pusat dan terlibat dalam sejumlah rapat koordinasi dengan berbagai pemangku kepentingan.
“Kami sudah beberapa kali rapat koordinasi dengan stakeholder. Langkah kami saat ini fokus pada pelaporan,” kata Budi.
Ia juga menyebut bahwa kementerian terkait telah merespons, bahkan isu ini sudah sampai ke meja Menteri Koordinator Infrastruktur.
“Kementerian akan segera menggelar rapat koordinasi nasional. Bahkan minggu lalu sudah ada undangan dari Menko,” imbuhnya.
SHM Warga Sah dan Diakui, Tapi Tetap Terblokir?
Dalam pernyataan yang cukup mengejutkan, Budi Hartanto menegaskan bahwa sertifikat warga dikeluarkan secara sah dan melalui prosedur yang benar jauh sebelum klaim dari Pertamina muncul.
“Saat diterbitkan, sertifikat-sertifikat itu sudah melalui proses yang sesuai aturan. Secara prosedural sah dan lengkap,” tegasnya.
Namun di sisi lain, transaksi atas sertifikat tersebut dibekukan alias diblokir, membuat warga tak bisa menjual, mengalihkan, atau memanfaatkan lahan secara hukum. Saat ditanya soal pemblokiran ini, Budi memilih irit bicara.
“Status blokir itu masih ditangani kementerian. Saya tidak bisa berkomentar terlalu jauh. Jangan sampai justru memperkeruh situasi,” ucapnya.
Warga Bingung: Sertifikat Sah tapi Tak Bisa Dipakai
Pernyataan BPN membuat posisi warga semakin gamang. Di satu sisi hak milik mereka diakui legal, namun di sisi lain, akses terhadap tanah mereka dibatasi. Masyarakat menuntut kejelasan hukum, karena merasa dirugikan oleh tarik-menarik antar-institusi negara sendiri. HUM/CAK