SURABAYA, Slentingan.com – Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menerima laporan dan bukti aksi pungutan liar (Pungli) yang dilakukan oleh Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya mengenai penerimaan Tenaga Non-ASN atau Tenaga Kontrak. Warga yang melaporkan pungli tersebut, membawa bukti berupa tangkap layar (screenshot) percakapan pesan singkat dengan oknum tersebut.
Ia memastikan bahwa sanksi terberat sedang mengancam oknum tersebut dan tak segan melakukan pelaporan ke ranah hukum. Sebab, tak tanggung-tanggung, untuk satu korban, oknum tersebut mematok biaya sebesar Rp 15 juta. Hingga saat ini baru diketahui ada tiga korban yang mengalami aksi pungli tersebut.
Karenanya, ia mengaku geram dan langsung menumpahkan amarahnya saat Apel Pengarahan Walikota kepada pegawai, lurah, dan camat di Halaman Balai Kota Surabaya, Senin (30/1/2023). Wali Kota Eri pun telah memanggil Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Surabaya, Inspektorat, dan jajaran asisten terkait pembahasan laporan pungli tersebut.
“Pemkot hadir memberi penyelesaian masalah bukan meminta uang. Minggu kemarin, ada warga melapor ke saya, dia hadir sendiri ke ruangan saya dan memberikan bukti bahwa ada ASN yang meminta uang untuk (rekrutmen) Tenaga Kontrak,” kata Wali Kota Eri usai Apel Pengarahan.
Pada kesempatan itu, ia mengingatkan ASN untuk tak bermain-main saat memberikan pelayanan kepada masyarakat di Kota Pahlawan. Hal ini dilakukan untuk menjaga integritas Pemkot Surabaya, bahkan ia tak segan untuk melakukan pemecatan hingga melaporkan sendiri unsur pidana ke kejaksaan maupun ke kepolisian bagi ASN yang kedapatan melakukan pungli.
“Lah kok ada oknum ASN meminta (uang) ketika (ada yang ingin) masuk tenaga kontrak. Kalau yang baru saja memberikan bukti pungli ke saya ini (uangnya) belum dikembalikan. Yang melakukan pungli namanya kita tutup dulu, sambil kita jalan tapi saya akan masukkan pidananya, baru diumumkan. Sehingga mereka tahu bahwa kelakuannya tidak benar. Dia satu orang tapi membohongi orang banyak,” ungkapnya.
Sebab, menurutnya, ia tak ingin membuat gaduh kalangan masyarakat Kota Surabaya, jika belum memberikan sanksi tegas kepada oknum tersebut. “Mereka (ASN) akan tahu seperti apa saat pidana berjalan. Maka masyarakat dan seluruh jajaran ASN akan mengerti kalau (pungli) sanksinya ini seperti ini. Percuma kalau ramai (viral) tapi tidak ada sanksinya. Hormati masyarakat, dan jangan mengulangi seperti ini, kita tunjukkan ketegasan kita,” ujarnya.
Lebih lanjut, Pemkot Surabaya telah menerima 100 lebih laporan tindakan pungli. Hanya saja, laporan melalui hotline atau Nomor WhatsApp Layanan Pengaduan Integritas Pemerintah Kota Surabaya 0811-311-5777 itu, tidak dibarengi dengan penyertaan bukti aksi pungli yang dilakukan.
“Tidak bisa ditindaklanjuti karena laporannya tidak ada buktinya, jadi hanya laporan. Maka, ini bisa jadi bukti laporan atau bisa jadi fitnah. Saya tidak mau menjalankan semua yang penuh dengan fitnah, tapi ketika sudah ada buktinya dan dia merugikan orang banyak, maka bukti itulah yang akan saya buat laporan pidananya. Ada yang akan saya laporkan sendiri nanti,” terangnya.
Meski demikian, ia meminta kepada seluruh jajaran ASN di lingkungan Pemkot Surabaya untuk tetap menjaga integritas agar tidak mudah tergoda atau terpancing. “Ini dicoba karakter jiwa kita, makanya jangan pernah menerima uang seperti itu. Nah ini kan apakah niatnya mancing atau niatnya meminta. Tapi apapun alasannya dia tetap salah, sehingga proses hukum atau proses yang ada di pemkot akan diberikan sanksi yang seberat-beratnya,” tegasnya.
Wali Kota Eri kembali menegaskan, bagi masyarakat Kota Surabaya yang merasa ragu untuk melaporkan aksi atau tindakan pungli kepada lurah, camat, atau Kepala PD, ia mempersilahkan masyarakat untuk langsung menemui dirinya di Kantor Pemkot Surabaya.
“Kalau tidak percaya dengan camat, lurah atau Kepala PD, bisa langsung bertemu dengan saya sambil membawa bukti pungli. Sehingga saya tahu betul permasalahannya. Maka warga Surabaya jangan takut, segera laporkan jika mengetahui tindakan pungli tersebut,” pungkasnya. (GIT/NIK)