Jakarta, Slentingan.com – Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menyoroti keabsahan Putusan Mahkamah Agung (MA) nomor 28/P/HUM/2023 yang memerintahkan KPU membatalkan Pasal 11 Ayat (2) Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023 dan Pasal 18 Ayat (2) PKPU Nomor 11 Tahun 2023.
Putusan itu mengabulkan uji materi yang diajukan oleh Perludem, ICW, Saut Situmorang, dan Abraham Samad.
Kedua pasal tersebut mengatur bahwa masa jeda 5 tahun untuk maju sebagai caleg dikecualikan untuk eks terpidana yang telah menjalani vonis pencabutan hak politik (memilih/dipilih), berapa pun lamanya pencabutan hak politik itu.
“Kami tegaskan bahwa Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023 dan Peraturan KPU Nomor 11 Tahun 2023 ditetapkan pada 17 April 2023 dan diundangkan pada 18 April 2023,” kata Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu KPU RI, Idham Holik, Senin (2/10/2023).
Menurut Idham, batas waktu maksimal pengujian PKPU ke MA adalah 30 hari kerja. Dengan fakta bahwa kedua PKPU itu ditetapkan pada 17 April 2023, maka batas waktu maksimal pengujiannya adalah 9 Juni 2023.
Argumen ini sebelumnya sudah disampaikan pula oleh KPU RI dalam eksepsinya atas perkara nomor 28/P/HUM/2023 ini. Namun, dalam putusan yang diunduh dari laman resmi MA, majelis hakim tidak memberikan putusan apa pun terkait eksepsi tersebut.
Idham mengatakan, KPU RI menghormati putusan MA tersebut. Namun, KPU RI juga akan mengkaji lebih lanjut putusan tersebut, termasuk keabsahannya.
“Kami akan mengkaji lebih lanjut putusan MA ini, termasuk keabsahannya,” kata Idham.
Sementara itu, dalam putusan ini, MA memberi beberapa pertimbangan penting mengapa kedua pasal itu harus dicabut.
Pertama, kedua pasal tersebut dianggap memberi kemudahan bagi eks terpidana kasus korupsi. Majelis hakim menegaskan, para pemilih memiliki hak mendapatkan calon-calon berintegritas yang nantinya akan diusung oleh partai politik sebagai caleg.
Kedua, dari aspek sosiologis, majelis hakim berpandangan bahwa aturan KPU tersebut tidak mencerminkan sifat korupsi sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crime).
Ketiga, pembatasan ditujukan untuk mencegah terjadinya tindak pidana korupsi oleh anggota legislatif terpilih yang diketahui tidak berintegritas.
Keempat, penambahan syarat berupa pidana tambahan pencabutan hak politik adalah norma baru yang tidak tertuang dalam Pasal 240 ayat (1) huruf g dan Pasal 182 huruf g UU Pemilu.
Putusan MA ini disambut baik oleh sejumlah pihak, termasuk Perludem dan ICW. Mereka menilai putusan ini sebagai langkah penting untuk mencegah terjadinya korupsi di legislatif.(HUM/BAD)