JAKARTA, Slentingan.com – Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri berhasil mengungkap sindikat penipuan love scamming dengan jangkauan internasional. Penipuan ini berawal dari pemanfaatan aplikasi kencan online atau dating apps.
Brigadir Jenderal Djuhandhani Rahardjo Puro, Direktur Dittipidum Bareskrim Polri, mengungkapkan bahwa para pelaku mengincar korban-korban mereka melalui berbagai aplikasi kencan seperti Tinder, Bumble, Okcupid, dan Tantan.
Setiap pelaku menggunakan hingga empat profil palsu dalam aplikasi kencan, baik menggunakan identitas pria maupun wanita, yang sebenarnya bukan milik mereka.
“Mereka menyamar sebagai calon pasangan dan setelah berhasil menarik perhatian korban, para pelaku meminta nomor handphone untuk memperdalam komunikasi. Mereka menggunakan foto-foto menarik untuk menipu korban,” ungkap Djuhandani dalam konferensi pers di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, pada Jumat, 19 Januari 2024.
Setelah menjalin hubungan cukup lama, pelaku melakukan profiling terhadap korban dengan maksud mengumpulkan informasi lengkap dan membangun kepercayaan.
Pelaku lebih cenderung mengincar korban yang berada di luar negeri, dan bahasa bukanlah hambatan karena pesan yang mereka kirim dapat dengan mudah diterjemahkan ke bahasa yang dimengerti korban.
Setelah berhasil mendapatkan semua informasi dan memenangkan kepercayaan korban, para pelaku mengajak korban untuk terlibat dalam bisnis bersama.
“Kemudian, korban diajak untuk membuka akun toko online melalui link http:sop66hccgolf.com,” tambah Djuhandani.
Untuk memulai bisnis tersebut, korban diminta melakukan deposit awal sebesar Rp 20 juta, dengan pembayaran dilakukan melalui sistem kripto.
“Korban setuju untuk berinvestasi dengan harapan mendapatkan keuntungan, namun, kenyataannya, bisnis tersebut hanyalah palsu,” ujarnya.
Dalam kasus ini, para pelaku berhasil menipu 368 orang dari berbagai negara, termasuk satu warga negara Indonesia dan 367 warga negara asing.
Negara-negara yang terkena dampak antara lain Amerika, Argentina, Brasil, Afrika Selatan, Jerman, Maroko, Turki, Portugal, Hungaria, Jersi, India, Jordania, Thailand, Austria, Filipina, Kanada, Inggris, Moldova, Rumania, Italia, Kolombia.
Polisi telah berhasil mengamankan 21 orang terkait kasus ini, dengan tiga di antaranya telah ditetapkan sebagai tersangka. Meskipun demikian, polisi masih melakukan pengejaran terhadap satu orang tersangka lainnya. Sindikat ini diperkirakan mampu meraih keuntungan sekitar Rp 40-50 miliar per bulan.
Para pelaku diduga melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Pasal 45 ayat 1 juncto 27 ayat 1 UU RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, serta Pasal 55 dan/atau Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
“Dalam konteks ini, ancaman hukuman untuk tindak pidana penipuan adalah 4 tahun, tetapi jika terkait dengan UU ITE, ancaman hukuman mencapai 6 tahun,” jelasnya. (cak/raz)