SURABAYA, Slentingan.com – Program sertifikasi tanah massal bagi warga masih menjadi idaman masyarakat Surabaya. Terbukti saat Wakil Ketua DPRD Surabaya, Laila Mufidah turun lapangan, ada warga yang menanyakan kelanjutan program tersebut.
Mendapati hal itu, politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Surabaya ini lantas mengusulkan agar Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya kembali menyelenggarakan program sertifikasi tanah massal bagi masyarakat.
Usulan ini bertujuan untuk mempermudah masyarakat, terutama dari kalangan keluarga miskin, dalam memperoleh legalitas atas tanah mereka.
Menurut Laila, program ini dapat diwujudkan dengan menggandeng Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan melibatkan institusi Pemkot hingga ke tingkat kelurahan sebagai pelaksana teknis pengajuan sertifikat.
Kendati demikian, memang sedikit membuat repot kelurahan karena harus mendapat tugas baru mengurusi layanan sertifikat tanah. Namun Pemkot bisa mengatur jadwal layanan dan penempatan tenaga yang memadai.
Untuk mengantisipasi lonjakan pemohon, Laila menyarankan penerapan kuota atau persyaratan khusus bagi warga yang memenuhi kualifikasi.
“Termasuk warga gakin harus prioritas dalam mengurus sertifikat tanah,” tegas Laila Mufidah, Selasa, 6 Mei 2025.
Oleh karenanya, ia mengingatkan pentingnya pemenuhan syarat administrasi oleh warga. Dokumen kepemilikan tanah harus lengkap dan tidak bermasalah sebelum diajukan.
Program sertifikasi massal ini diharapkan dapat menekan biaya pengurusan sertifikat, yang seringkali memberatkan warga jika dilakukan secara perorangan.
Laila menyebutkan bahwa program serupa sebenarnya pernah ada di Surabaya sekitar enam hingga tujuh tahun silam, namun pelaksanaannya terhenti.
Dukungan terhadap program ini juga datang dari tingkat masyarakat. Riono sebagai Ketua RT 02 Kelurahan Panjang Jiwo, Kecamatan Tenggilis Mejoyo, mendesak Pemkot untuk memfasilitasi kembali sertifikasi massal.
Ia mengungkapkan bahwa pengurusan sertifikat secara perorangan saat ini tidak hanya memakan waktu lama tetapi juga mahal, bahkan seringkali melibatkan praktik percaloan.
“Sudah lama dan mahal kalau urus perorangan begini. Biasanya malah banyak calo. Ada yang sampai bayar Rp 30 juta untuk urus sertifikat tanah,” keluh Riono.
Ia menambahkan, warganya pada prinsipnya tidak keberatan jika ada biaya yang dikenakan, asalkan nominalnya wajar dan tidak mencapai puluhan juta rupiah.
Menurutnya, warga lebih memilih dan antusias jika program sertifikasi massal melalui kelurahan kembali diadakan, karena proses perorangan yang ada saat ini cenderung membuat warga enggan mengurusnya. HUM/BOY