Surabaya – Ada cerita menarik yang sempat tersiar di kampung Bashir, terduga teroris asal Kalimas Madya III, sebelum ditangkap anggota Densus 88, Jumat (2/6/2023) pagi. Setelah ditangkap, Bashir mulai menjadi perbincangan warga sekitar pasca insiden tersebut. Bahkan di kampung sekitarnya.
Ketua RT setempat Muhammad mengatakan, sebelumnya, Bashir sempat menolak rumahnya diberikan stempel keluarga miskin oleh Dinas Sosial Surabaya. Ia tidak bisa memaksa, meski tak tahu pasti apa pekerjaan pasti Bashir.
“Kalau dilihat sekolah anaknya, lumayan sekolah di tempat yang elit kok. Paling tidak SPP per bulan ada Rp 1 juta, dua anak sekolah di sekolah elit,” kata Muhammad, Minggu (4/6/2023)..
Sejak menjadi ketua RT pada bulan Januari lalu, Muhammad tak pernah didatangi Bashir untuk keperluam administrasi kependudukan.
Di rumah yang ditinggali Bashir, ia tinggal bersama kakak dan istri serta kelima anak di Kalimas Madya III Surabaya. Anak pertama Bashir duduk di bangku SMP pondok pesantren. Yang paling kecil usia masih balita. Dan ada satu anak Bashir tidak bersekolah (putus sekolah).
Informasi yang dihimpun, Bashir pernah mengajar di pondok pesantren di Magetan Jawa Timur. Pondok pesantren itu milik dari Abu Bakar Ba’asyir.
Untuk diketahui, Abu Bakar Ba’asyir adalah tokoh utama di balik Jamaah Islamiyah, organisasi dengan cita-cita mendirikan negara Islam. Ba’asyir merupakan pendiri Pesantren Al Mukmin di Ngruki, Sukoharjo, Jawa Tengah
Ba’asyir ditangkap polisi pada 2010 lalu dan divonis 15 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Ba’asyir terbukti merencanakan dan menggalang dana untuk pembiayaan pelatihan militer di Aceh.
Ba’asyir baru dinyatakan bebas murni pada awal Januari 2021 lalu setelah menjalani masa tahanan 9 tahun 6 bulan. (CAK/BOY)