SURABAYA, Slentingan.com – Pemerintah terus memperkuat pemahaman terkait kekayaan intelektual bagi pelaku usaha. Harapannya agar masyarakat sadar bahwa kekayaan intelektual dapat meningkatkan ekonomi masyarakat.
Bertempat di Aula Raden Wijaya, Kanwil Kemenkum Jatim, dilaksanakan Koordinasi Penguatan Pemahaman dan Kesadaran Pelaku Usaha Terkait Kekayaan Intelektual dalam Peningkatan Ekonomi di Jawa Timur, Kamis, 8 Mei 2025.
Kegiatan tersebut dimotori oleh Kantor Wilayah Kementerian Hukum (Kemenkum) Jawa Timur bersama Kementerian Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan (Kemenko Kumhamimipas).
Kepala Kanwil Kemenkum Jatim, Haris Sukamto, menegaskan pentingnya pemahaman kekayaan intelektual (KI) di kalangan pelaku usaha. Ia menyoroti fenomena sound horeg yang belakangan viral dan menuai perdebatan publik.
“Pelindungan KI bukan berarti membenarkan penggunaan pengeras suara yang mengganggu lingkungan. KI hadir sebagai bentuk penghargaan terhadap kreativitas, bukan pembenaran atas dampak negatifnya,” ujar Haris.
Menurut Haris, aspek kreativitas dalam sound horeg—seperti desain box speaker atau aransemen musik—perlu dilindungi, bukan perilaku yang meresahkan masyarakat.
Ia juga mengungkapkan, dalam periode 2022–2025 terdapat 12 permohonan harmonisasi perda terkait ketertiban umum yang mengatur soal penggunaan pengeras suara. Tahun ini saja, empat raperda sedang dibahas bersama tim perancang Kanwil, antara lain dari Kabupaten Nganjuk, Kota Malang, Ponorogo, dan Tuban.
“Meskipun tidak secara spesifik mengatur seberapa batasan suara yang boleh atau dilarang, namun hal ini menunjukkan sudah mulai tumbuhnya kesadaran pemda untuk mulai meregulasi penggunaan sound agar lebih bertanggungjawab dan terkendali,” terangnya.
Sementara itu, Asisten Deputi Koordinasi Pemanfaatan, Pemberdayaan, dan Pelindungan Kekayaan Intelektual Kemenko Kumhamimipas, Syarifuddin, menyatakan bahwa KI adalah kekuatan ekonomi masa depan.
“Potensi KI seperti tanah subur, yang jika dikelola dengan baik bisa menjadi sumber kesejahteraan. Jawa Timur punya modal besar, tapi harus dibarengi dengan kesadaran hukum pelindungan terhadap karya dan inovasi,” tegasnya.
Syarifuddin menambahkan, banyak pelaku usaha belum memahami pentingnya pendaftaran KI seperti merek, hak cipta, atau desain industri, sehingga kerap mengalami kerugian karena pembajakan atau sengketa hak.
Para narasumber kemudian membahas isu-isu strategis seputar pelindungan KI dalam budaya populer. Radius Setiawan menyoroti peran negara dalam menjaga ekspresi budaya di tengah gempuran digital.
Sementara David Blizzard memaparkan pengalaman komunitas sound horeg dalam menyeimbangkan kreativitas dan ketertiban. Pahlevi Witantra dan Syahdi Hadiyanto memaparkan prosedur pelindungan hak cipta dan desain industri oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual.
Kegiatan ini menjadi bagian dari komitmen Kemenkum untuk meningkatkan literasi hukum di bidang kekayaan intelektual, mendorong ekonomi kreatif, dan memastikan bahwa inovasi anak bangsa mendapatkan pelindungan yang layak di ranah hukum.
Kegiatan ini diikuti 75 peserta dari unsur masyarakat, pelaku usaha, akademisi, dan aparat penegak hukum. Hadir sebagai narasumber antara lain akademisi Universitas Muhammadiyah Surabaya Radius Setiawan.
Lalu, Ketua Komunitas Sound Horeg, David Blizzard, Kabid Kekayaan Intelektual Pahlevi Witantra, serta Kasubdit Permohonan dan Pelayanan Hak Cipta dan Desain Industri Syahdi Hadiyanto. HUM/CAK