SIDOARJO, Slentingan.com – Sebagai narapidana dengan vonis berat, Kanwil Kemenkumham Jatim memberikan perhatian khusus kepada warga binaan kasus terorisme. Mulai dari aspek keagamaan hingga psikologisnya.
“Per Februari 2023 ada 20 orang warga binaan kami di 9 Lapas di Jawa Timur yang berasal dari kasus terorisme, 3 orang diantaranya divonis seumur hidup,” ujar Kakanwil Kemenkumham Jatim Imam Jauhari, Rabu (22/2/2023).
Jumlah itu turun dibandingkan dengan bulan yang sama pada tahun sebelumnya yang mencapai 38 orang narapidana teroris. Nah, berkurangnya jumlah narapidana teroris secara signifikan ini ternyata berpengaruh terhadap kondisi psikologis narapidana teroris yang masih di lapas.
“Karena melihat teman-temannya sudah pada bebas, mereka banyak yang tanya, kapan bisa bebas. Kondisi ini yang harus kami antisipasi agar mereka tidak berpikir yang aneh-aneh,” tutur Imam.
Untuk itu, pihak Kanwil Kemenkumham Jatim menggandeng Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) melakukan pendekatan kepada napiter yang ada.
“Pendekatannya beda-beda, ada yang kami sentuh dari aspek keagamaan seperti di Lapas Madiun dan Lapas Jombang. Ada juga dari aspek psikologi seperti di Lapas Surabaya yang digelar hari ini ,” lanjut Imam.
Pendekatan secara keagamaan diambil untuk menangani narapidana terorisme yang masih belum menyatakan ikrar terhadap NKRI. Sedangkan untuk pendekatan psikologi digunakan untuk memperkuat psikologis narapidana dengan hukuman seumur hidup.
“Saat ini kami masih membina dua narapidana terorisme yang sejak 2015 sudah menyatakan ikrar NKRI,” ujar Kalapas I Surabaya Jalu Yuswa Panjang.
Jalu mengatakan bahwa kedua warga binaan atas nama Asep Djaja dan Ismail Fahmi itu saat ini sedang menunggu persetujuan remisi perubahan pidana. Dari seumur hidup ke pidana sementara.
“Sebagai antisipasi atas kondisi psikologis keduanya, kami melakukan pendampingan dengan BNPT, jangan sampai mereka kecewa dan kembali menjadi ekstrimis,” urai Jalu.
Pendampingan ini, lanjut Jalu, tujuannya untuk mendalami perasaan dan kejiwaan mereka selama ini. Sehingga berguna bagi petugas dalam melakukan intervensi terhadap mereka.
“Karena keduanya karakteristik yang berbeda. Sehingga strategi pendekatan dan pembinaan yang tepat,” jelas Jalu.
Dalam kesempatan yang sama, klien pemasyarakatan yang juga terjerat kasus terorisme Hisyam alias Umar Patek juga berkunjung ke Lapas Surabaya. Dia mengaku kangen dengan petugas dan beberapa koleganya. Dia pun sempat memberikan motivasi kepada dua koleganya yang masih menjalani pembinaan di Lapas Surabaya.
“Saya datang untuk bersilahturahmi dan sebagai bukti dan komitmen saya untuk membantu pemerintah dalam menyebarkan paham-paham kontra radikalisme,” tegas Umar. (HUM/CAK)